Jiwa Haris mati.
Hidup Indah musnah.
Takdir Tuhan menemukan mereka. Jiwa yang mati, hidup yang disangka musnah...kembali bersinar. Harapan dan cinta mula membasahi hati, melakar warna-warna indah, mengetuk pintu hati yang selama ini ketandusan rasa.
Jiwa Haris jadi tak menentu.
Hati Indah jadi resah.
Lantas janji diukir. Haris berjanji menerima segala kekurangan Indah tanpa syarat. Indah berjanji yang kesetiaannya hanya untuk Haris hingga ke akhir hayat.
“Abang janji takkan tinggalkan Indah walau apa pun yang terjadi? Abang janji abang akan terima Indah walau siapa pun Indah?”~ Indah
“Setiap orang ada kisah lalu, Indah. Dan Indah janji akan setia dengan abang hingga maut memisahkan kita?”~Haris
Bersama janji, mereka mengharapkan sinar kebahagiaan. Cinta disemai, bahagia dibina. Namun dengki dan iri hati tetap mengekori mereka. Kepercayaan dan janji lebur dalam sekelip mata. Relai bersama fitnah yang dijaja.
“Ini balasan Indah terhadap pengorbanan abang menerima Indah tanpa syarat? Abang tak sangka yang Indah juga sama macam Ati! Kotor!”~Haris
Sekali lagi maruah Indah menjadi taruhan. Diletakkan paling bawah,diinjak-injak tanpa simpati. Namun jauh disudut hati, dia masih berharap agar ada secebis simpati Haris untuk dirinya. Dia merayu. Dia merintih. Dia berjanji untuk kesekian kalinya.
“Indah merayu dengan abang, tolong kesiankan Indah dan mak Indah untuk sekali ni saja. Tolonglah abang... Indah janji, Indah tak akan ganggu abang walau apa pun abang lakukan. Cuma dua minggu, abang... Cukup tempohnya nanti, Indah sendiri yang akan pergi dari hidup abang. Sejauh yang Indah mampu, supaya abang tak perlu lagi melihat perempuan kotor dan hina ini. Indah janji,abang...”~ Indah